Kamis, 06 Agustus 2009

IPA : Warna - warni bunglon

Jenis-jenis Bunglon

Bunglon meliputi beberapa marga, seperti Bronchocela, Calotes, Gonocephalus, Pseudocalotes dan lain-lain. Bunglon bisa mengubah-ubah warna kulitnya, meskipun tidak sehebat perubahan warna chamaeleon (suku Chamaeleonidae). Biasanya berubah dari warna-warna cerah (hijau, kuning, atau abu-abu terang) menjadi warna yang lebih gelap, kecoklatan atau kehitaman.

Bunglon Surai

Bunglon surai memiliki nama ilmiah Bronchocela jubata Duméril & Bibron, 1837. Dalam bahasa lain, dikenal dengan nama bunglon (Jkt., Jw.), londok atau lunduk (Sd.), atau green crested lizards (Ingg.). Nama lainnya dalam bahasa Inggris cukup menyesatkan: bloodsuckers, karena senyatanya kadal ini tak pernah mengisap darah. Bunglon ini menyebar di pulau-pulau Jawa, Borneo, Bali, Singkep, Sulawesi, Karakelang dan Kep. Salibabu, dan Filipina.

Deskripsi tubuh

Bunglon kebun yang berukuran sedang, berekor panjang menjuntai. Panjang total hingga 550 mm, dan empat-perlimanya adalah ekor. Gerigi di tengkuk dan punggungnya lebih menyerupai surai (jubata artinya bersurai) daripada bentuk mahkota, tidak seperti kerabat dekatnya B. cristatella (crista: jambul, mahkota). Gerigi ini terdiri dari banyak sisik yang pipih panjang meruncing namun lunak serupa kulit. Kepalanya bersegi-segi dan bersudut. Dagu dengan kantung lebar, bertulang lunak. Mata dikelilingi pelupuk yang cukup lebar, lentur, tersusun dari sisik-sisik berupa bintik-bintik halus yang indah.

Dorsal (sisi atas tubuh) berwarna hijau muda sampai hijau tua, yang bisa berubah menjadi coklat sampai kehitaman bila merasa terganggu. Sebuah bercak coklat kemerahan serupa karat terdapat di belakang mulut di bawah timpanum. Deretan bercak serupa itu, yang seringkali menyatu menjadi coretan-coretan, terdapat di bahu dan di sisi lateral bagian depan; semakin ke belakang semakin kabur warnanya.

Sisi ventral (sisi bawah tubuh) kekuningan sampai keputihan di dagu, leher, perut dan sisi bawah kaki. Telapak tangan dan kaki coklat kekuningan. Ekor di pangkal berwarna hijau belang-belang kebiruan, ke belakang makin kecoklatan kusam dengan belang-belang keputihan di ujungnya. Sisik-sisik bunglon surai keras, kasar, berlunas kuat; ekornya terasa bersegi-segi. Perkecualiannya adalah sisik-sisik jambul, yang tidak berlunas dan agak lunak serupa kulit.

Kebiasaan bunglon

Bunglon yang kerap ditemukan di semak, perdu dan pohon-pohon peneduh di kebun dan pekarangan. Sering pula didapati terjatuh dari pohon atau perdu ketika mengejar mangsanya, namun dengan segera berlari menuju pohon terdekat. Reptil ini memangsa berbagai macam serangga yang dijumpainya: kupu-kupu, ngengat, capung, lalat dan lain-lain. Untuk menipu mangsanya, bunglon ini kerap berdiam diri di pucuk pepohonan atau bergoyang-goyang pelan seolah tertiup angin. Sering juga bunglon surai terlihat meniti kabel listrik dekat rumah, untuk menyeberang dari satu tempat ke tempat lain.

Bunglon surai bertelur di tanah yang gembur, berpasir atau berserasah. Seperti umumnya anggota suku Agamidae, induk bunglon menggali tanah dengan mempergunakan moncongnya. Kulit telurnya berwarna putih, lentur agak liat serupa perkamen.

Sihir Sang Bunglon

Iguana kecil ini tergolong hewan paling eksentrik. Bagaimana bunglon merubah kulitnya? Chromatophores adalah sebab-musababnya. Ini adalah sel sangat spesial. Ia ada di bawah kulit bunglon, dan amat sensitif terhadap perubahan cahaya, suhu, bahkan mood sang bunglon. Chromatophores tersimpan dalam dua lapisan. Keduanya memuat pigmen-pigmen. Lapisan paling atas memuat pigmen merah dan kuning. Lapisan bawah, mengandung pigmen biru dan putih. Kala rangsangan muncul, otak bunglon mengirim pesan kepada chromatophores.

Pesan ini diterjemahkan sebagai perintah agar sel-sel chromatophores membesar atau menyusut. Akibatnya, pigmen-pigmen ini saling bercampur. Maka, sekujur tubuh bunglon pun bersinar aneka warna. Tergantung warna dominan di dekatnya. Warna-warna di sekeliling bunglon memancarkan cahaya. Cahaya ini ditangkap sel chromatophores yang amat sensitif dan memicu pergolakan pigmen-pigmen.

Perubahan warna kulit juga tergantung suasana hati bunglon. Saat murka, sekujur tubuh bunglon dapat tiba-tiba berubah menjadi merah atau oranye. Kondisi marah membuat semburan pigmen kuning memblokade lapisan di bawahnya. Proses ini terjadi dalam hitungan satu atau dua menit. Begitulah cara bunglon berubah warna kulit Tetapi yang perlu diketahui, bunglon tidaklah bisa berubah kulit ke semua warna, melainkan hanya ke warna-warna tertentu saja. Selain itu, bunglon juga tidak mengubah warna kulitnya sebagai respon terhadap musuh atau upaya kamuflase. Perubahan kulitnya terjadi sebagai respon atas suhu, cahaya dan juga mood atau emosinyanya.

Pada bunglon yang tenang, bisa saja warna yang nampak adalah warna hijau karena sel kuningnya tidak terlalu melebar sehingga masih bisa memantulkan sel biru dari bawahnya. Sementara pada bunglon yang marah bisa saja warna yang nampak adalah kuning, karena selnya melebar semua sehingga tidak menampakkan refleksi warna biru.

Keistimewaan Bunglon

Keistimewaan lain yang membedakannya dengan saudara sejenisnya yaitu kadal adalah bahwa bunglon merupakan satu-satunya mahluk yang memiliki kaki penjepit. Cengkraman kaki mereka sangat cocok untuk mendaki pohon yang menjadi tempat tinggalnya, meski mereka memiliki pergerakan tubuh yang sangat lamban. Dari semua itu, bunglon memiliki kekhasan luar biasa yaitu lidah yang sangat panjang. Panjang lidahnya ini bisa dua kali panjang tubuhnya dan dilengkapi cairan kimia yang sangat lengket. Cairan ini sangat berguna untuk menyambar mangsanya, yang sebagian besar adalah serangga.

Dalam buku teks zoologi dijelaskan bahwa lidah balistik bunglon memiliki kekuatan akibat keberadaan otot akselerator (pemercepat). Otot ini memanjang bersamaan dengan ia menekan tulang lidah yang memiliki tulang rawan yang kaku di pusat lidah yang membungkusnya. Untuk mengetahui kinerja lidah bunglon saat menangkap mangsa, dua peneliti asal Belanda, Jurriaan de Groot dari Universitas Leiden dan Johan van Leeuwen dari Universitas Wageningen melakukan percobaan menggunakan kamera sinar X berkecepatan tinggi.

Dengan kecepatan 500 frame per detik, mereka menemukan kenyataan bahwa lidah bunglon mengalami percepatan hingga 50 g (g= konstanta gravitasi). Angka ini lima kali lebih cepat daripada kecepatan yang bisa ditempuh jet tempur. Para peneliti kemudian membedah jaringan lidah bunglon ini dan menemukan bahwa otot akselerator ini tidak cukup kuat untuk memproduksi kekuatan dengan kemampuannya sendiri. Dengan menguji lebih dalam, mereka menemukan keberadaan 10 lapisan licin antara otot akselerator dan tulang lidah.

Lapisan ini terikat pada tulang lidah yang terletak di bagian ujung dekat mulut, dan mengandung serat-serat protein. Serat ini memiliki bentuk padat dan rapat namun bisa berubah bentuk ketika otot akselerator berkontraksi dan mengumpulkan energi seperti pita karet yang ditekan. Ketika lapisan yang berkontraksi dan memanjang ini mencapai ujung tulang lidah, secara simultan mereka terlepas dan bergerak dengan kekuatan dan dorongan lidah. Secepat serat-serat ini meluncur dari tulang lidah, lapisan-lapisan ini memisahkan diri seperti tabung-tabung teleskop, sehingga lidahnya mencapai jangkauan terjauhnya. Van Leeuwen menyebutnya sebagai "ketapel teleskopis".

Ketapel ini memiliki ciri lain yang sangat menyolok. Ujung lidah bunglon mengambil bentuk kosong pada saat menghantam mangsa. Sehingga ketika terlontar, lidahnya dapat menjulur enam kali lebih panjang dari saat ia berdiam di dalam mulut atau mencapai dua kali panjang tubuhnya sendiri. Begitulah sistem kinerja lidah bunglon yang membuatnya bisa menangkap mangsa yang berada sangat jauh dari tempatnya. Setelah lidahnya memanjang, upaya menangkap mangsa ditambah lagi dengan keberadaan cairan lengket yang menutupi permukaan lidahnya sehingga mangsanya menempel.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar